KONAWE - Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe baru saja mengumumkan penetapan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan proyek pembangunan keramba beron. Proyek yang ditujukan untuk para nelayan di Pulau Saponda, Kecamatan Soropoa, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara ini diduga kuat menyimpang dari perencanaan dan menimbulkan kerugian negara yang signifikan. Saya turut prihatin mendengar kabar ini, karena proyek yang seharusnya mensejahterakan masyarakat justru disalahgunakan.
Kepala Kejari Konawe, Fachrizal, mengonfirmasi bahwa kedua tersangka tersebut berinisial LA, yang berperan sebagai pelaksana pekerjaan, dan BI, yang menjabat sebagai pengguna anggaran sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK). Keduanya diduga terlibat dalam penyimpangan dana alokasi khusus (DAK) APBD Provinsi Sulawesi Tenggara tahun Anggaran 2021.
"Keduanya diduga terlibat dalam penyimpangan proyek yang bersumber dari DAK (dana alokasi khusus) APBD Provinsi Sulawesi Tenggara tahun Anggaran 2021, " kata Fachrizal.
Anggaran fantastis sebesar Rp2, 4 miliar telah digelontorkan untuk proyek pembangunan keramba beron ini, dengan target penyelesaian selama 90 hari kalender, terhitung mulai 17 September hingga 15 Desember 2021. Namun, ironisnya, hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan keramba tersebut tidak kunjung selesai dan ditemukan banyak spesifikasi pembangunan yang tidak sesuai.
Salah satu temuan krusial yang diungkapkan oleh Fachrizal adalah penggunaan metode pemasangan tiang yang menyimpang dari perencanaan awal. Seharusnya, proyek ini menggunakan teknologi hidraulik hammer dengan kapal ponton, namun dalam pelaksanaannya, para tersangka justru memilih menggunakan alat manual berbasis tumbukan. Hal ini jelas berdampak pada kekuatan dan fungsi konstruksi yang dibangun.
"Seharusnya pekerjaan menggunakan teknologi hidraulik hammer dengan kapal ponton. Akan tetapi pada praktiknya para tersangka menggunakan alat manual berbasis tumbukan, sehingga konstruksi tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya, " jelas Fachrizal.
Akibat perbuatan ini, negara diduga mengalami kerugian yang cukup besar. Penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik termasuk pemeriksaan terhadap 26 saksi dan sejumlah ahli, serta pengumpulan dua alat bukti yang sah, memperkuat dugaan korupsi ini sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Tersangka LA telah langsung dilakukan penahanan selama 20 hari, terhitung hingga 8 Desember 2025 mendatang, di Rumah Tahanan (Rutan) Kendari, berdasarkan surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-04/P.3.14/Fd.2/11/2025. Sementara itu, tersangka BI dilaporkan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dengan alasan berada di luar kota. Kejari Konawe menegaskan akan melayangkan panggilan berikutnya dan siap mengambil tindakan hukum tegas jika yang bersangkutan tidak kooperatif.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, yang digabungkan dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman maksimal yang menanti adalah 20 tahun penjara.
"Ancaman hukuman 20 tahun penjara, " tambah Fachrizal. (PERS)

Updates.